Alam Masih Berbesar Hati

(Renungan Safari Banjir di Busel)

Catatan : La Ode Aswarlin

Daerah merugi karena minimnya pendapatan, sementara mobil pengangkut kayu melenggang bebas di jalan umum. Sesama masyarakat bertikai, ada yang berkiblat dengan perusahaan, disisi lain warga yang kontra mengklaim pohon jati sebagai warisan kakek buyut. Sedikit suara orang yang khawatir dengan kerusakan lingkungan.

Itulah rentetan cerita panjang kisah kelam perambahan jati di Kecamatan Sampolawa Kabupaten Busel. Sebagian besar dari kita mungkin lupa, setelah konsentrasi terpusat dengan perhelatan pesta demokrasi pemilihan bupati dan wakil bupati di daerah otonom yang lahir 2014 itu.

Belum habis evoria rakyat menyambut lahirnya pemimpin baru dari rahim pesta demokrasi melalui perhelatan pilkada serentak 2016. Mendadak Buton Selatan mendapat cobaan, rumah-rumah warga, sekolah hingga masjid terendam banjir.

Kecamatan Sampolawa dikabarkan yang paling parah, ketinggian air menggenangi seperempat bangunan SD Todombulu. Beberapa kali mati mendadak teraliri air bahkan meluap-luap. Di wilayah ibukota kecamatan, banjir juga menggenangi Kelurahan Laompo, Lingkungan Kolowu dan Kelurahan Majapahit.

Respon cepat dilakukan bupati terpilih Agus Feisal yang mengintruksikan membuka gudang yang manampung bahan pangan tanggap darurat Dinas Sosial Kabupaten Busel. Warga yang terkena dampak diberikan bantuan selimut, totalnya mencapai 122 lembar dan 1470 kg beras.

“Sebagai bupati saya hanya mendorong agar bantuan seperti tanggap darurat agar tidak ditahan-tahan segera disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Pada saat ada barangnya segera salurkan kepada para korban,” kata Agus Feisal (kepton pos edisi jumat 9 juni 2017).

Agus Feisal juga sempat berdialog dengan warga Lipu Mangau Kecamatan Sampolawa, mendiskusikan banjir yang melanda salah satu kecamatan tertua di Buton Selatan itu. Informasi yang cukup mencengangkan disampaikan warga, sekitar 400 hektar hutan jati dikawasan APL Sampolawa sudah rata dengan tanah.

“Banjir yang tejadi di Sampolawa itu sangat erat kaitannya dengan kondisi hutan kita yang gundul akibat perambahan. Karena saya rapat kemarin bersama masyarakat Lipu Mangau itu sudah 400 hektar lahan yang sudah gundul,” tambah mantan Camat Pasarwajo Kabupaten Buton ini.

Jika benar 400 hektar hutan APL yang ditumbuhi jati sudah rata dengan tanah, maka lebih dari 300 hektar masuk katagori diramba secara ilegal. Jumlah itu merujuk IPK yang dikeluarkan Pemkab Busel melalui Pj Bupati La Ode Mustari, terhadap salah satu perusahaan dengan luasan pengolahan 100 hektar dari total 400an hektar kawasan APL yang ada di Kecamatan Sampolawa.

Konon ada perpanjangan izin perusahaan, tapi bisa diasumsikan perambahan tidak meluas disisa 300 hektar kawasan APL. Karena hakekatnya, perpanjangan izin dilakukan untuk menyelesaikan sisa pohon yang belum sempat ditebang perusahaan karena alasan tertentu.

Berbeda dengan izin baru yang memungkinkan dikeluarkan rekomendasi untuk menggarap dikawasan diluar 100 hektar dalam izin sebelumnya. Yang menjadi pertanyaan 300 hektar yang gundul tanggungjawab siapa??

Kembali dipersoalan banjir, kepastian mengenai pemulihan mulai digalakan. Untuk mengantisipasi ancaman banjir susulan, Pemkab Busel berencana menormalisasi sungai yang mengaliri daerah tersebut, termasuk beberapa kali yang sudah katagori mati.

Banjir di Kecamatan Sampolawa memang tidak sampai memakan korban jiwa. Genangan air pun belum sampai menenggelamkan rumah-rumah warga. Penyembuhan luka dari bencana ini juga tak akan memakan waktu lama, meski demikian tak boleh dianggap sepele.

Apalagi sepanjang bulan ramadan, musibah ini sudah bersafari dibeberapa daerah di Sultra. Kota Kendari dan Buton Utara lebih dulu mendapat kunjungan, disusul Kota Baubau dan selanjutnya Sampolawa di Kabupaten Buton Selatan. Entah daerah mana lagi berikutnya.

Ramah terhadap alam, ramah terhadap lingkungan, begitulah biasanya orang-orang bersuara ketika banjir mulai datang. Namun sesungguhnya tidak demikian. Bukan manusia yang ramah, tetapi alam yang masih berbesar hati, sehingga kita bisa menjalani hidup yang nyaman. Jangan sampai kesabaran alam sampai diambang batasnya.

Belum terlambat untuk memperbaiki tingkah laku dan menekan sedikit sifat egois. Pertanyakan kembali cara hidup kita. Saya rasa seperti inilah peringatan dari alam, sebuah ujian yang diberikan kepada kita yang hidup dengan alam. (*)

You might also like More from author

Comments are closed.