Pj Wali Kota Baubau Bahas Proteksi Kekayaan Alam di Sulawesi Tenggara

BAUBAU- Bila membahas tentang bagaimana memproteksi kekayaan alam Sulawesi Tenggara (Sultra). Maka narasi proteksi ini sesungguhnya bukan untuk menjaga agar tidak diintervensi tetapi dijaga nilai keasliannya, ke-khas-annya karena banyak keanekaragaman baik itu budaya, baik itu hasil karya dengan perjalanan waktu akan mengalami modifikasi-modifikasi.

Demikian dikatakan Pj Wali Kota Baubau Dr Muh Rasman Manafi, SP, M.Si pada Sosialisasi Indikasi Geografis Proteksi Kekayaan Alam Sulawesi Tenggara Senin (19/2/2024) bertempat di Villa Nirwana.

Menurut Dr Muh Rasman, dulu jikalau memakai sarung Buton , tidak pernah sarung buton yang motifnya lurus yang “Leja” dan belum ada itu. Namun saat ini, sudah mulai banyak inovasi tapi nilai dasarnya tetap ada. Nilai dasar itu yang akan dipertahankan dan ini yang dimaksudkan upaya bagaimana memproteksi nilai dasar.

“Bahwa nanti akan ada modifikasi itu yang perlu dibicarakan dengan kekayaan intelektual. Saya berharap kekayaan alam kita di Baubau, di Buton, Buton Selatan, Buton Tengah dan sekitarnya itu segera kita daftarkan. Kenapa? Kalau nilai dasar itu kita tidak miliki maka pada saat kita berinovasi maka itu hanya hasil modifikasi dari punya orang yang mengakui itu dan itu sudah banyak terjadi,”ujarnya.

Orang nomor satu di Kota Baubau ini berkeyakinan dan percaya bahwa potensi sangat banyak di wilayah dan ini menjadi indikasi geografis. Tentu akan didorong dan membutuhkan sinergi, kerjasama bukan keegoan. Sehingga diharapkan kebersamaan dan kerja sama yang baik dengan wilayah sekitar untuk mewujudkannya.

“Identitas geografis di Buton ini baik di Baubau dan sekitarnya pasti ada kemiripannya karena dia merupakan satu wilayah budaya. Hanya saja perkembangan waktu pasti ada inovasi-inovasi sesuai di wilayahnya,”ungkapnya.

Dr Muh Rasman mengapresiasi dari Kemenkumham yang sudah menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Indikasi Geografis Proteksi Kekayaan Alam Sulawesi Tenggara. Pihaknya teringat di tahun 2001 saat itu bekerja di sebuah konsultan di Jakarta melakukan identifikasi lokal wisdom, kekayaan intelektual yang menjadi nilai budaya ke-khas-an di daerah Papua. Dan itu digunakan untuk memetakan ketahanan pangan nasional.

Dan tergambarkan wilayah dekat dengan pesisir lebih tinggi diversitasnya, keanekaragaman budayanya lebih tinggi dibandingkan di wilayah pegunungan. Karena dipegunungan itu lebih homogen orang-orangnya, sementara di wilayah dekat pesisir lebih heterogen karena interaksinya langsung.

“Kota Baubau seperti itu dan saya yakin, di tahun 2001 waktu itu pasti masih bertahan sampai saat ini. Pada wilayah-wilayah pesisir pasti punya keragaman budaya cukup tinggi dan pasti nilai-nilai kearifan lokalnya itu lebih beragam dibanding dengan wilayah pegunungan yang tidak terlalu tinggi diversitasnya,”tutupnya. (adm)

 

You might also like More from author

Comments are closed.